Dalam kehidupan sehari-hari, sosok ayah memiliki peranan yang sangat penting. Namun, sering kali kita hanya melihat ayah sosok yang bertanggung jawab secara finansial saja atau sebagai otoritas dalam keluarga. Hal ini selaras dengan data terbaru di Indonesia yaitu sekitar 20,9 % anak tumbuh tanpa sosok ayah yang aktif. Fatherless di sini bukan hanya kehilangan sosok ayah karena meninggal tapi juga banyak yang kehilangan peran ayah tanpa kehilangan sosoknya. Padahal jika melihat secara menyeluruh ayah lebih dari itu, ayah adalah pigur, sahabat, dan guru yang memberikan warna dalam perjalanan hidup kita.
Secara umum penyebab fatherless memang banyak dan beragam bukan hanya perceraian, kematian, bisa juga karena penelantaran, ayah yang dipenjara, atau ayah yang tidak mau mengakui anaknya. Sebab-sebab yang tadi disebutkan itu terjadi karena ketiadaan peran ayah di rumah karena beberapa alasan. Namun, yang menjadi banyak kasus yang pernah saya temui yaitu fatherless yang disebabkan ayah yang masih memenuhi finansial namun, anak tidak pernah merasakan kasih sayang ayah, bermain, belajar bersama, tertawa bersama, mengenalkan banyak hal ke anak, atau sekedar mengobrol hal-hal yang sederhana.
Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah, cenderung menunjukkan berbagai ciri khas yang dapat memengaruhi perkembangan mereka secara menyeluruh. Salah satu ciri utama adalah kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat, baik dengan teman sebaya maupun dengan figur otoritas, karena mereka tidak memiliki merasakan peran, contoh peran ayah sebagai panutan. Selain itu, anak-anak ini sering kali menunjukkan masalah perilaku seperti agresivitas, mudah marah, dan kenakalan yang meliputi berbohong, mencuri, atau melanggar aturan. Rasa percaya diri yang rendah juga menjadi tantangan yang umum dialami, karena kurangnya dukungan dan pengakuan dari figur ayah membuat mereka merasa kurang dihargai.
Dalam bidang akademik, anak fatherless sering menghadapi kesulitan belajar dan motivasi yang menurun, yang berdampak pada prestasi sekolah mereka. Dari sisi emosional, mereka rentan mengalami kecemasan, depresi, dan perasaan kesepian yang mendalam. Terutama bagi anak laki-laki, ketiadaan ayah dapat menimbulkan kebingungan dalam pembentukan identitas dan peran gender, yang merupakan bagian penting dari perkembangan diri. Anak-anak ini juga lebih mudah terpengaruh oleh teman sebaya yang negatif, karena mereka mencari figur pengganti yang mungkin tidak selalu memberikan pengaruh baik. Selain itu, mereka sering mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dan impuls, yang dapat menyebabkan konflik dalam interaksi sosial. Meskipun tidak semua anak fatherless menunjukkan semua ciri tersebut, pengenalan terhadap tanda-tanda ini sangat penting agar keluarga dan lingkungan sekitar dapat memberikan perhatian dan dukungan yang tepat, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal meskipun tanpa kehadiran ayah.
Ketiadaan peran ayah dalam keluarga memberikan dampak yang signifikan tidak hanya pada anak, tetapi juga pada istri (ibu) yang membesarkan anak tersebut. Pada anak, dampak fatherless sering kali terlihat dalam berbagai aspek perkembangan, baik emosional, sosial, maupun akademik. Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung mengalami masalah emosional seperti rasa kesepian, kecemasan, dan depresi. Mereka juga lebih rentan terhadap perilaku menyimpang, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan keterlibatan dalam tindakan kriminal. Bukan sedikit saya pernah melihat dan mendengar anak-anak yang mengalami fatherless itu melampiaskan atau mencari kesenangan di luar. Selain itu, anak-anak ini sering menghadapi kesulitan dalam prestasi akademik karena kurangnya dukungan dan bimbingan dari figur ayah. Dari sisi identitas, terutama anak laki-laki, ketiadaan ayah dapat menyebabkan kebingungan dalam memahami peran gender dan pembentukan jati diri.
Ada hal yang perlu kita perhatikan, istri atau ibu merasa sendiri akibat ketiadaan peran ayah juga menghadapi berbagai tantangan. Secara finansial mungkin saja masih terpenuhi tapi ibu harus menjalankan peran ganda sebagai pengasuhan, pendidikan di rumah, mengatur rumah tanpa bantuan dari ayah sehingga bunda kesulitan, yang dapat menimbulkan stres, kelelahan, dan gangguan kesehatan mental seperti depresi. Kesulitan dalam mengasuh anak juga muncul, terutama dalam memberikan figur laki-laki yang penting bagi perkembangan anak laki-laki. Ibu juga berisiko mengalami isolasi sosial akibat keterbatasan waktu dan stigma sosial. Secara keseluruhan, ketiadaan peran ayah mempengaruhi dinamika keluarga secara menyeluruh, sehingga dukungan dari lingkungan dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu anak dan ibu agar dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Di sini bisa disimpulkan bahwa ayah bukan sekedar sosok tapi memiliki peran yang sangat besar bagi keutuhan rumah tangga, kita ketahui bahwa anak dilahirkan ke dunia ini buah dari kedua orang tua kita tentu dalam pertumbuhan dan perkembangannya anak juga butuh support, butuh cinta, butuh dukungan emosional kedua orang tua. Finansial memang perlu tapi perhatian dan kehadiran kedua orang tua juga penting dalam setiap usia tumbuh kembangnya,
Anak-anak yang mengalami fatherless, bila di ibaratkan seperti yatim pasif dan hal yang mereka rasakan adalah mencari peran yang hilang itu diluar contohnya, anak laki-laki atau perempuan yang mencari pacar di luar dengan niat agar bisa menutup lubang kosong atau luka yang ada dalam diri mereka. Kekosongan itu juga membawa mereka jadi anak yang penutup dan sulit percaya akan orang-orang sekitar.
Dalam menangani dampak fatherless memerlukan pendekatan yang holistik dan melibatkan berbagai pihak, baik keluarga, lingkungan, maupun institusi sosial. Salah satu solusi yang efektif adalah peran aktif anggota keluarga lain seperti kakek, paman, atau kakak yang dapat berfungsi sebagai figur ayah pengganti untuk memberikan dukungan emosional dan bimbingan kepada anak. Selain itu, dukungan psikologis dan konseling sangat penting agar anak dan ibu dapat mengatasi masalah emosional dan psikologis yang muncul akibat ketiadaan ayah. Pendidikan dan bimbingan sosial melalui program di sekolah dan komunitas juga dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang sehat.
Penguatan peran ibu melalui pelatihan dan dukungan dalam manajemen stres serta pengasuhan yang positif menjadi kunci agar ibu mampu menjalankan peran ganda dengan lebih efektif. Membangun jaringan sosial yang kuat dengan mendorong ibu dan anak untuk aktif dalam komunitas atau kelompok pendukung juga dapat mengurangi rasa isolasi dan memberikan dukungan sosial yang memadai.
Keterlibatan figur ayah pengganti seperti mentor, guru, atau tokoh masyarakat dapat menjadi panutan yang memberikan arahan positif bagi anak. Terakhir, kebijakan sosial dan ekonomi dari pemerintah serta lembaga sosial sangat dibutuhkan untuk menyediakan bantuan ekonomi, pendidikan, dan program kesejahteraan bagi keluarga fatherless agar kebutuhan dasar mereka terpenuhi dan kualitas hidup meningkat. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan anak dan keluarga yang mengalami fatherless dapat memperoleh dukungan yang memadai sehingga dampak negatifnya dapat diminimalisir dan mereka tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Meskipun kebanyakan dari anak atau istri belum menyadari kondisi mereka yang sesungguhnya. Kebanyakan mereka yang berusaha berdiri menghadapi kondisi tersebut dan sulit meminta bantuan kepada orang terdekat.
Umi Kulsum, Aktif di Lembaga Kajian Nusantara Raya