Mukhamad Hamid Samiaji ( Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Saizu Purwokerto)
Sastra anak memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan jiwa anak. Kepekaan, kasih sayang, dan kepedulian sosial dapat tumbuh melalui pengalaman membaca cerita yang menyentuh rasa. Nilai-nilai kemanusiaan akan lebih mudah dicerna ketika dibungkus dalam narasi yang ramah, menyenangkan, dan sesuai dunia anak. Sastra bukan sekadar teks, melainkan ruang perjumpaan antara imajinasi dan pembentukan moral. Dunia pendidikan dan keluarga perlu memberikan tempat istimewa bagi sastra anak sebagai media pembelajaran berbasis cinta.
Kondisi sosial saat ini menunjukkan adanya jarak antara anak dan buku cerita yang berjiwa. Dominasi teknologi dan hiburan digital membuat sastra anak tersisih dari pengalaman harian mereka. Kehadiran buku cerita digantikan oleh layar yang menyajikan visual cepat namun miskin rasa. Anak lebih sering berinteraksi dengan algoritma dibanding alur cerita yang mengasah hati. Ketimpangan ini berpotensi menghambat tumbuhnya empati dan kecerdasan emosional. Pemulihan kedekatan anak dengan sastra harus dilakukan dengan pendekatan yang menyentuh perasaan.
Membumikan sastra anak berarti membawa cerita kembali ke pangkuan kehidupan anak sehari-hari. Buku tidak cukup hanya hadir di rak atau perpustakaan, tetapi perlu dihidupkan melalui praktik membaca yang bermakna. Relasi antara anak, orang dewasa, dan teks perlu dibangun dengan kehangatan dan kasih. Proses membaca harus menjadi pengalaman afektif, bukan sekadar aktivitas mekanis. Sastra anak yang ditanamkan dengan cinta akan membekas dalam memori dan membentuk kepribadian anak dalam jangka panjang.
Sastra Anak sebagai Ruang Tumbuhnya Cinta
Sastra anak menghadirkan dunia simbolik yang kaya akan nilai kasih sayang dan persahabatan. Cerita tentang binatang, keluarga, dan petualangan sering kali membawa pesan moral secara halus namun menyentuh. Anak tidak merasa digurui, tetapi justru larut dalam nilai-nilai yang disampaikan secara alami. Pesan cinta dalam sastra hadir melalui tokoh yang peduli, dialog yang hangat, dan peristiwa yang mengajarkan saling menghargai. Kelembutan bahasa menjadi jembatan antara pesan dan pemahaman emosional.
Setiap cerita yang baik memiliki kekuatan membentuk watak anak secara perlahan. Cerita tentang kebaikan, kesetiaan, atau pengorbanan menjadi semacam cermin nilai kemanusiaan yang dapat diinternalisasi anak. Kisah-kisah itu membangkitkan rasa simpati dan empati terhadap sesama. Anak yang terbiasa membaca cerita dengan nilai cinta akan lebih mudah memahami perasaan orang lain. Kecakapan ini penting dalam membentuk relasi sosial yang sehat sejak dini.
Cinta dalam sastra tidak selalu ditunjukkan melalui kata-kata langsung. Gaya narasi yang halus, ilustrasi yang menyentuh, dan ketulusan karakter menjadi penyampai pesan yang kuat. Anak belajar bukan hanya dari isi cerita, tetapi juga dari cara cerita itu dikisahkan. Pengalaman membaca menjadi lebih bermakna ketika anak merasa terhubung secara emosional. Keterhubungan ini menjadi fondasi pendidikan karakter yang berbasis rasa dan nilai.
Pendidikan Sastra yang Memanusiakan Anak
Pendidikan sastra anak bukan sekadar bagian dari pelajaran bahasa. Pendidikan ini merupakan proses membentuk manusia yang utuh secara rasa, nalar, dan perilaku. Anak yang membaca cerita dengan kedalaman makna akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih peka dan bijaksana. Proses ini menjadi penting dalam dunia pendidikan yang kadang terlalu menekankan pencapaian kognitif semata. Pembelajaran sastra yang berbasis cinta memberikan ruang bagi tumbuhnya hati nurani.
Guru memiliki peran besar dalam menghadirkan sastra dengan cara yang menyentuh. Membacakan cerita dengan ekspresi dan intonasi yang tepat akan memperkuat keterikatan anak dengan teks. Anak merasa dihargai sebagai pribadi yang mampu memahami dan merasakan. Guru yang membacakan cerita dengan cinta akan menularkan perasaan yang sama kepada murid. Proses ini membentuk ikatan emosional yang sehat antara guru dan anak.
Orang tua juga menjadi aktor utama dalam pendidikan sastra anak. Membaca cerita sebelum tidur, mendiskusikan tokoh dalam cerita, atau menulis ulang kisah dengan gaya sendiri adalah bentuk keterlibatan yang memperkuat nilai cinta. Aktivitas ini bukan hanya mempererat hubungan keluarga, tetapi juga menumbuhkan minat baca sejak dini. Sastra anak yang hidup dalam rumah akan membentuk generasi yang memiliki empati dan rasa hormat. Pendidikan berbasis cinta dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan kesadaran dan kehangatan.
Komunitas Literasi dan Peran Sosial
Komunitas literasi memiliki kekuatan dalam membumikan sastra anak di luar ruang kelas dan rumah. Ruang-ruang komunitas memberikan pengalaman membaca yang lebih sosial dan kolektif. Anak tidak hanya menjadi pembaca, tetapi juga pendongeng, penulis, dan penikmat karya sastra. Kegiatan seperti dongeng keliling, lomba menulis cerita anak, dan teater anak membuka peluang interaksi dengan cerita secara lebih kreatif. Proses ini memperluas makna cinta dalam sastra ke dalam praktik sosial yang nyata.
Keberadaan komunitas literasi memberi akses kepada anak-anak yang kurang memiliki fasilitas buku di rumah. Relawan literasi berperan menjadi jembatan antara anak-anak dan buku-buku yang bermakna. Buku tidak lagi menjadi barang mewah, tetapi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Komunitas literasi yang konsisten menggelar kegiatan berbasis sastra memperkuat tradisi membaca di tingkat akar rumput. Tradisi ini menjadikan sastra sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat.
Sastra anak akan lebih kuat ketika dihidupkan bersama-sama dalam komunitas. Pengalaman membaca menjadi lebih beragam karena dipengaruhi oleh dinamika sosial dan budaya. Anak melihat bahwa cerita tidak hanya bisa dinikmati sendiri, tetapi juga dibagikan kepada orang lain. Semangat berbagi dan menghargai karya orang lain tumbuh secara alami. Cinta dalam sastra menjelma menjadi cinta terhadap komunitas dan nilai-nilai bersama.
Sastra Anak di Tengah Teknologi Digital
Perkembangan teknologi digital membawa tantangan sekaligus peluang dalam penyebaran sastra anak. Anak-anak semakin akrab dengan gawai dan visual interaktif dibanding buku cetak. Ketergantungan terhadap layar membuat waktu membaca buku berkurang secara signifikan. Kondisi ini memerlukan pendekatan baru dalam membumikan sastra. Kreativitas dalam bentuk digital menjadi strategi untuk menghidupkan kembali minat baca anak.
Sastra anak dapat hadir dalam bentuk video cerita, audiobook, atau aplikasi interaktif. Medium digital memberikan kemudahan akses dan fleksibilitas waktu. Anak bisa mendengarkan cerita di mana saja dan kapan saja. Konten sastra yang disajikan secara visual juga bisa memperkuat pemahaman anak terhadap cerita. Namun kualitas konten harus tetap dijaga agar nilai-nilai cinta dan kemanusiaan tetap menjadi inti pesan.
Kehadiran sastra di ruang digital tetap harus mengandung jiwa naratif yang kuat. Cerita harus tetap menyentuh rasa, bukan sekadar hiburan cepat. Orang tua dan guru perlu mendampingi anak dalam memilih konten yang sesuai usia dan nilai. Pendampingan ini memastikan bahwa teknologi tidak menggantikan kedalaman cerita. Pendekatan ini menegaskan bahwa cinta dalam sastra tetap relevan meski hadir dalam format digital.
Sastra anak berbasis cinta adalah fondasi penting dalam membentuk generasi yang beradab dan peka terhadap sesama. Kehidupan anak akan lebih bermakna ketika ia tumbuh bersama cerita-cerita yang menyentuh rasa dan menanamkan nilai kasih sayang. Membumikan sastra berarti menghidupkan kembali kebiasaan membaca, mendongeng, dan berdiskusi tentang cerita dalam ruang keluarga, sekolah, dan komunitas. Setiap cerita yang mengajarkan cinta adalah bekal penting bagi tumbuh kembang jiwa anak. Upaya ini membutuhkan sinergi semua pihak agar sastra anak tidak hanya menjadi wacana, tetapi menjadi napas kehidupan.
Tentang Penulis
Mukhamad Hamid Samiaji, Lahir di Banyumas, 19 Maret 1996. Ia berhasil meraih gelar Sarjana di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto (2018) dan Magister di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2021). Sejak akhir tahun 2022, ia menjadi pengajar tetap di Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto dengan bidang Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Selain mengajar, waktu luangnya digunakan untuk meneliti dan menulis buku-buku bacaan dan aktivitas anak. Aktif di berbagai komunitas yang bergerak di bidang pendidikan dan penerbitan buku di Purwokerto.