Bahasa Menjadi Humor Merendahkan Perempuan

Oleh: Rizka Dyahayu Dwi Syahputri,
Mahasiswa Tadris Bahasa Inggris, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

 

Menurut Kridalaksana dan Djoko Kentjono (dalam Chaer, 2014:32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar manusia. Fokus kali ini yaitu tentang bahasa yang berarti mengindetifikasikan diri. Dengan keanekaragaman budaya Indonesia, anak-anak di Indonesia mendapat banyak pelajaran tentang bahasa, baik itu bahasa daerah, bahasa Indonesia, maupun bahasa internasional. Kemudian humor, humor dan bahasa adalah dua hal yang berkaitan erat. Bagaimana tidak, untuk membuat lelucon kita harus menggunakan bahasa sebagai penyampaian hal lucu yang senada dengan maknanya yaitu sesuai yang lucu, keadaan yang menggelitik hati yang bertujuan untuk menghibur. Sering kali kita tidak memperhatikan lelucon apa yang kita lontarkan untuk seseorang. Banyak terjadi kesalahpahaman dalam humor akibat penggunaan bahasa yang menyinggung perasaan beberapa orang.

 

Di era digital ini menjadi boomerang kita tentang perilaku yang tidak mendidik. Orang-orang kerap membuat istilah-istilah atau bahasa slang yang tidak senonoh. Sebagai contoh, dapat kita lihat konten-konten yang beredar di aplikasi TikTok. Banyak konten yang menyebarluaskan istilah jorok. Istilah-istilah tersebut seperti tobrut, ceker babat, logo Tesla, tebak suara, sak mene cah, dll. Arti dari istilah atau bahasa slang tersebut adalah singkatan dari kata-kata atau kata lain yang bertujuan untuk merendahkan bagian tubuh perempuan. Kemudian untuk apa berpendidikan tinggi, untuk apa menimba ilmu agama di pondok pesantren, jika bahasa yang merendahkan perempuan tersebut digunakan oleh kita untuk bercanda atau lelucon. Banyak konten creator TikTok, Instagram, Twitter, dll yang menormalisasikan membuat humor menggunakan bahasa slang tersebut.

Dengan mudah kita dapat menemukan konten tentang tobrut, bahkan ada beberapa username TikTok yang menggunakan istilah tobrut. Masalah tersebut sangat memprihatinkan, generasi sekarang yang dengan mudahnya menerima humor tadi atau bahkan menormalisasikan istilah tersebut tanpa adanya rasa malu. Kerap dijumpai komentar dari laki-laki yang mengomentari konten perempuan dengan komentar merendahkan perempuan, padahal isi konten tersebut tidak ada maksud dari perempuan yang dengan sengaja mengarah ke dalam hal seksual atau menunjukkan bagian tubuhnya. Terkadang apabila ditegur atas penggunaan bahasa yang dapat dikategorikan pelecehan seksual, mereka memutarbalikkan fakta dengan mengganti makna dari istilah yang digunakan. Contohnya pada kata tobrut, umumnya seperti yang kita ketahui, pada kata tobrut merupakan gabungan dari dua kata yaitu t*ket brutal. Maksud dari istilah itu merupakan ukuran payudara atau dada wanita yang dianggap besar atau dapat dikatakan di atas normal. Penggunaan kata tersebut dapat merujuk kepada pelecehan terhadap perempuan. Namun, untuk menutupi atau mengelak dari perbuatan pelecehan, para oknum mengubah artinya menjadi tobat brutal. Hal tersebut sengaja dilakukan agar oknum tidak terlihat sedang melecehkan perempuan. Bahkan lebih parahnya lagi, sekarang justru banyak ditemukan perempuan yang menggunakan bahasa kotor tersebut terhadap perempuan lainnya untuk sekedar humor atau lelucon yang dianggap lumrah. Menurut salah satu mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa kata tersebut hanya sekedar untuk seru-seruan saja yang menjadi topik perbincangan di tongkrongannya. Dari hal tersebut seharusnya kita malu melihat betapa rendahnya kualitas manusia di Indonesia sekarang. Seakan-akan topik yang menarik hanyalah tentang seksualitas semata. Padahal masih banyak topik perbincangan lainnya yang lebih menarik untuk menambah wawasan, terlebih lagi untuk mahasiswa yang dianggap sudah dewasa dan menjadi harapan bangsa.

Dampaknya apa? Banyak sekali dampak dari istilah dan humor yang merendahkan perempuan. Hal ini dapat dirasakan oleh perempuan bahkan anak-anak. Kita lihat dari sisi perempuan yang sebagai korban. Banyak perempuan yang akhirnya mereka merasa insecure atau menjadi tidak percaya diri terhadap fisik yang mereka punya. Hal tersebut berpengaruh besar terhadap penampilan perempuan. Misalnya, perempuan jadi merasa tidak nyaman dalam berpakaian. Bahkan ada beberapa perempuan yang merubah dirinya menjadi perempuan yang memenuhi standar kecantikan yang diinginkan laki-laki. Tidak hanya perempuan saja yang merasakan dampaknya. Anak-anak juga mendapat pengaruh buruk dari humor yang tidak bermoral di berbagai platform yang dengan mudah mereka dapat mengaksesnya sendiri. Tidak jarang ditemukan anak SD melontarkan bahasa kotor kepada temannya yang mereka dapatkan dari melihat konten tidak beradab. Mungkin dari sebagian anak tidak tahu arti atau maksud yang sebenarnya dari apa yang mereka katakan, namun dari hal ini seharusnya menjadi tamparan pedas kita sebagai orang dewasa.

Lantas kepada siapa kita meminta pertanggungjawaban atas humor yang merendahkan perempuan ini? Siapa yang harus disalahkan atas dampak buruk yang dirasakan korban? Bukankah hal ini termasuk dalam pelecehan seksual? Apa kita gagal untuk mencerdaskan anak bangsa? Untuk apa kita memperingati hari Kartini setiap tahun pada tanggal 21 April, apabila kita tidak bisa menghargai perempuan? Begitu banyak pertanyaan yang entah siapa akan menjawabnya. Apakah pemerintah mampu mengatasi masalah ini? Ataukah guru mampu untuk mendidik anak bangsa yang sekarang sudah terpengaruh konten yang tidak bermoral? Bagaimana kita menghargai jasa perempuan pejuang-pejuang bangsa yang dengan penuh pengorbanan mengangkat derajat perempuan Indonesia agar dihargai sama seperti seorang laki-laki.

Salah satu konten creator yang  berinisial KS membuat konten yang berisi keresahannya terhadap bahasa atau singkatan zaman sekarang yang merendahkan perempuan. Dari sudut pandang sosial saja sudah buruk, apalagi menurut agama. Tentunya tidak ada yang membenarkan kita untuk menggunakan bahasa atau istilah tidak sopan yang ditujukan kepada seseorang khususnya fisik perempuan. Dari sini dapat kita sadari bahwa bahasa merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap bangsa. Alangkah baiknya kita sebagai orang dewasa yang berakal untuk memfilter budaya, bahasa, dan kebiasaan buruk seperti merendahkan perempuan atas dasar humor. Selain itu, sebagai orang dewasa seharusnya kita lebih mengedukasi anak-anak agar memiliki kualitas yang baik dengan tidak terpengaruh bahasa kotor yang dapat merusak otak si anak. Pertanyaan terakhir, kapan kita menjadi anak bangsa yang berkualitas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar?

 

Tentang Penulis
Rizka Dyahayu Dwi Syahputri, lahir di Banjarnegara 29 Februari 2004. Sedang menempuh pendidikan jenjang S1 di Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto, program studi Pendidikan Bahasa Inggris.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *