Mural Dan Ekspresi Berbahasa Kala Pandemi

Mural Dan Ekspresi Berbahasa Kala Pandemi

(Oleh: Bayu Suta Wardianto, peneliti bidang bahasa dan sastra di Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto)

 

Pandemi memang telah berlalu, persoalan-persoalan yang ditimbulkan perlahan mulai dapat diatasi. Namun, problematika pembelajaran manusia terhadap kondisi global tersebut menjadi pembelajaran penting bagi setiap bangsa dalam menangani virus global yang sempat melumpuhkan aktivitas manusia. Beragam aspek kehidupan seperti pendidikan, pelayanan publik, hingga kesehatan menjadi salah satu poin penting yang dilakukan setiap bangsa dalam menanggulangi covid-19. Terlepas dari itu, kebutuhan manusia dalam mengungkapkan ekspresi berbahasa juga mengalami kebutuhan yang sama. Tercatat, aktivitas manusia dalam bermedia sosial selama pandemi mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Hal tersebut dimaklumi karena terjadinya pembatasan-pembatasan sosial yang menutup ruang-ruang lingkup bersosialisasi dan berkomunikasi masyarakat selama pendemi terjadi. Beberapa lapisan masyarakat yang lain, mengekspresikan suasana hatinya dalam bentuk karya seni, salah satunya mural.

Mural menjadi salah satu media yang digunakan dalam komunikasi antara seniman dan masyarakat. Sebagai salah satu media yang informatif, mural coba mengungkapkan informasi dari isu-isu terkini yang berkaitan dengan kondisi masyarakat, mulai dari kondisi social, ekonomi, politik, dan hal lainnya yang bersentuhan dengan kehidupan masyarakat. Mural menjadi sebuah fenomena pengungkapan ekspresi dan juga pesan khusus dari seseorang yang dianggap “anonim” untuk dapat ditangkap informasinya oleh khalayak umum. Fenomena mural ini menjadi sebuah ajang penyampaian pesan terhadap isu-isu terkini yang sedang hangat di masyakarat melalui media seni lukis di dinding-dinding publik.

Mural berasal dari sebuah kata dalam bahasa latin murus yang berarti ‘dinding’. Pengertian lain adalah lukisan berukuran besar yang dibuat di dinding, langit-langit, atau bidang datar lainnya (Hariana, 2018; Susanto, 2012). Mural juga memiliki definisi lain, yaitu sebagai lukisan besar yang mendukung ruang arsitektur yang ada. Mural tidak bisa dilepaskan dari suatu bangunan khususnya dengan dinding. Dinding yang berada di  ranah publik menjadi suatu hal yang menjadi daya tarik untuk dibuat mural tersebut. Pada perkembangannya, mural bukan hanya sebatas sebagai penghias dinding sebuah arsitektur. Mural kini dipahami sebagai street art atau seni jalanan yang berfungsi sebagai propaganda sosial, kampanye, atau pengungkapan ekspresi (respon sosial) yang dilakukan oleh masyarakat terhadap suatu permasalahan. Mural memberikan sebuah informasi kepada publik melalui gambar dan  coretan yang di dalamnya memuat pesan khusus kepada masyarakat pembacanya.

Dalam sejarah di Indonesia, mural merupakan media propaganda kemerdekaan ketika surat-surat kabar dan siaran radio tidak dapat menembus pedalaman perdesaan. Mural dan grafiti saat itu sebagai media komunikasi rakyat yang efektif untuk menyerukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan di berbagai kalangan (Hikmat, 2021). Mural menjadi media penyampaian pesan yang cukup populer kala perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai pengobar semangat perjuangan rakyat, meskipun alat dan bahan yang digunakan sederhana, tetapi bukan menjadi penghalang para pejuang kemerdekaan dalam mengobarkan perjuangan melawan penjajah.

Pada perkembangannya, mural kini digunakan sebagai sarana mengekspresikan aspirasi sosial yang terjadi di masyarakat. Beberapa waktu lalu, mural yang bertemakan tentang kritik terhadap pemerintah perihal penanganan pandemi covid-19 menjadi buah bibir masyarakat. Belum lagi adanya mural yang diduga mirip Presiden Joko Widodo bertuliskan ‘404 not found’ menjadi viral di banyak media massa maupun sosial. Mural yang sempat viral ini kemudian mendapat tindakan dengan dihapusnya mural tersebut oleh aparat keamanan. Karena hal tersebutlah, muncul tagar #MuralkanIndonesia yang menjadi tranding topic di Twitter kemudian menjadikan pembuatan mural menjadi sporadis di berbagai daerah. Dalam kaitannya dengan seni dan politik, mural yang berisikan simbol-simbol ini diekspresikan sebagai bentuk kepentingan yang memiliki tujuan-tujuan tertentu (Iswandi, 2016). Viralnya mural tersebut disebabkan lokasi atau tempat dibuatnya mural adalah ruang publik, ruang publik tersebut dimaksudkan oleh seniman mural agar karya yang dibuatnya dapat berkomunikasi dengan khalayak umum.

Eskpresi yang diluapkan oleh seniman pada muralnya ini bertujuan agar publik dapat menginterpretasikan suatu maksud atau pesan yang ada pada mural tersebut. Ekspresi tersebut merupakan fungsi komunikatif berupa mengejek, menghina, memuji, berterima kasih, menyalahkan, dan meminta maaf kepada individu, masyarakat, golongan, lembaga, ataupun suatu instansi tertentu. Fungsi komunikatif dari mural tersebut mempunyai makna tertentu yang bukan menjadi makna sebenarnya. Hal itu disesuaikan dengan definisi dari kajian pragmatik, yaitu kajian yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal atau bagaimana penggunaan bahasa dalam komunikasi berdasarkan bentuk-bentuk dan mempunyai arti atau makna tertentu (Anggraeni & Yudi, 2021; Chaer & Agustina, 2010; Purwaningrum & Nurmalia, 2019).

Beragam mural yang mempunyai fungsi komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai tindak tutur ekspresif yang disampaikan oleh seniman. Tindak tutur ekspresif merupakan bentuk ekspresi atau pelampiasan seseorang terhadap peristiwa yang dirasakan dan dihadapi. Peristiwa tersebut akan berdampak kepada ucapan atau ungkapan yang dikeluarkan saat mengalaminya (Djatmika, 2016). Dalam definisi yang lain, tindak tutur ekspresif ialah kegiatan tutur yang disampaikan oleh penutur yang mempunyai upaya mempengaruhi atau dampak pada mitra tuturnya (Wijana & Rohmadi, 2009). Ungkapan ekspresi tersebut dapat dicontohkan juga seperti yang dilakukan seniman mural pada karyanya ataupun musisi pada lagu yang ditulisnya.

Mural memang merupakan karya seni yang multitafsir. Apalagi kala pandemi covid-19 yang belum berakhir ini, beragamnya karya mural menjadi sebuah ungkapan seniman yang mempunyai maksud dan makna tertentu pada suatu mural yang dibuatnya. Hal ini yang membuat mural dapat dikatakan sebagai ekspresi berbahasa dari sipembuat mural tersebut. Ekspresi berbahasa ini digambarkan oleh seniman mural sebagai penutur serta pihak-pihak terkait, baik lembaga maupun individu perorangan. Wujud ekspresi berbahasa ini menurut tindak tutur ekspresif meliputi menyindir, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, menyanjung, dan meminta maaf (Defina, 2018).

Ekspresi Mengkritik

Ekspresi mengkritik merupakan peristiwa tutur yang terjadi karena penutur merasa tidak sependapat atau tidak suka pada yang dilakukan oleh mitra tuturnya.  Pada tuturan yang bersifat tidak langsung seperti, ketidaksukaan atau ketidaksepakatan, bisanya terjadi antara si seniman dan siapa yang dituju dalam karya tersebut. Ekspresi berbahasa yang terlontar ini dapat berupa tanggapan dan pendapat dari penutur atau pembuat mural tersebut. Ekspresi mengkritik ini tergambarkan mural berikut.

Keterangan: Wabah sesungguhnya adalah kelaparan.

Pada mural tersebut yang bertuliskan “Wabah sesungguhnya adalah kelaparan” merupakan bentuk ekspresi berbahasa yang mengkritik. Mural tersebut menggambarkan tentang permasalahan penanganan wabah yang sebenarnya selain covid-19, yaitu kelaparan. Wabah atau pandemi yang melanda dunia ini tidak hanya mendatangkan kondisi kesehatan yang parah, juga permasalahan dalam hal kelaparan. Ekspresi mengkritik ini merupakan bentuk ungkapan yang dikemukakan oleh seniman tentang wabah kelaparan yang juga perlu mendapatkan penanganan serius dari pihak dan pemerintah terkait. Masalah kelaparan ini diungkap para seniman mural karena kondisi ekonomi yang terjadi pada masyarakat Indonesia sedang terpuruk. Pemberlakuan pembatasan-pembatasan kegiatan umum seperti perekonomian membuat sebuah wabah baru yang juga memerlukan penanganan serius, yaitu wabah kelaparan di masyarakat. Ekspresi mengkritik yang bertujuan agar pihak-pihak tertentu bertanggung jawab itulah yang coba diungkap atau dikemukakan oleh seniman dalam mural tersebut.

Ekspresi Mengeluh

Ekspresi mengeluh merupakan peristiwa tutur yang menunjukkan kondisi psikologi penuturnya. Kondisi ini biasanya didasarkan pada keberadaan serta kondisi sosial ataupun ekonominya. Pada praktiknya, baik tuturan langsung ataupun tidak langsung, ekspresi mengeluh ini menjelaskan tentang keadaan penutur ataupun lingkungan masyarakat yang digambarkan dengan tuturan tersebut.

Keterangan: Pemerintah kami kelaparan.

Mural di atas menyampaikan pesan berupa keluhan dari masyarakat yang mengalami dampak pandemi, baik berupa kesehatan maupun ekonomi yang merosot karena pemberlakuan pembatasan- pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Hal itu mengakibatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Ekspresi mengeluh ini dapat ditemui pada keterangan “Pemerintah kami kelaparan”. Tuturan yang menggambarkan keluhan dari seniman mural ini yang menggambarkan kerugian atau kesusahan yang dialami oleh masyakarat sebagai dampak pandemi. Fenomena keluhan “Lapar” ini bukan tanpa alasan. Pembatasan-pembatasan kegiatan masyarakat yang diberlakukan serta beragam permasalahan tentang bantuan sosial yang diterima secara tidak merata mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, sebagian masyarakat merasakan kesulitan, seperti kelaparan.

Ekspresi Menyalahkan

Ekspresi menyalahkan ini merupakan tuturan yang menyampaikan pandangan atau pendapat yang menjelaskan tentang perilaku yang dianggap salah atau tidak perlu dilakukan. Ekspresi menyalahkan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu didapatinya kekeliruan yang diperbuat oleh lawan tutur, tidak bertanggungjawabnya lawan tutur terhadap kesalahannya, atau karena lawan tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan.

Keterangan: Kegiatan dibatasi hingga lupa rakyat butuh sesuap nasi.

Ekspresi berbahasa berupa menyalahkan terlihat pada keterangan “Kegiatan dibatasi hingga lupa rakyat butuh sesuap nasi.” Ekspresi menyalahkan ini merupakan bentuk ungkapan kekesalannya terhadap kegiatan pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah setempat guna mengurangi dampak yang lebih besar terhadap penularan virus covid-19. Kekesalan terhadap kegiatan pembatasan ini bukan tanpa alasan. Sejak diumumkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sudah banyak kegiatan usaha kecil dan menengah yang gulung tikar karena tidak sanggup mencukupi pengeluaran yang semakin besar, tetapi tidak ada pemasukan. Pada sektor industri, pengurangan jumlah tenaga kerja juga sempat dialami oleh masyarakat Indonesia. Gelombang PHK selama setahun pandemi ini bahkan menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 7% atau 9,7 juta orang (Zamani, 2021). Akibatnya, sebagian besar masyarakat sulit memperoleh pendapatan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Permasalahan itu yang coba diangkat dan dikemukakan oleh seniman melalui muralnya.

Ekspresi Berterima Kasih

Ekspresi berterima kasih ini merupakan bentuk peristiwa tutur yang bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur atau juga bisa disebut sebagai pembalasan budi setelah menerima kebaikan dari seseorang atau pihak tertentu. Ekspresi berterima kasih ini digambarkan Mural di bawah ini.

Keterangan: Terima kasih…

Ekspresi berbahasa berbentuk terima kasih dijelaskan pada sebuah mural yang bergambarkan tenaga kesehatan menggunakan seragamnya dengan keterangan bertuliskan “Terima kasih…”. Mural ini merupakan bentuk ekspresi berterima kasih atau juga dapat disebut sebagai penghargaan yang coba digambarkan oleh seniman. Tenaga kesehatan merupakan garda utama dalam penanganan pandemi covid-19. Tanpa adanya tenaga kesehatan ini, entah apa jadinya negara dalam menangani pandemi yang sedang menyerang masyarakat. Terhitung hingga akhir Agustus 2021, tenaga kesehatan yang telah mengorbankan nyawa karena covid-19 sebanyak 1.967 (Sahara, 2021). Sikap kepahlawanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan inilah yang menjadi alasan seniman dalam mural tersebut.

Mural-mural bertema penanganan covid-19 merupakan bagian dari bentuk mengekspresikan bahasa yang mempunya fungsi komunikatif bagi seniman dan masyarakat yang melihatnya. Mural-mural tersebut memberikan pandangan bahwasanya masyarakat benar-benar mengalami berbagai bentuk kesulitan hidup yang dirasakan selama pandemi covid-19. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya mural yang mengekspresikan tentang keluhan, kritikan, dan kekesalan dengan menyalahkan pihak atau lembaga terkait yang berhubungan dengan penanganan covid-19 dan juga masyarakat. Akan tetapi, ekspresi positif dan membangun ditunjukkan oleh seniman dalam mural yang menggambarkan ekspresi berterima kasih.

 

Daftar Bacaan

Anggraeni, P. N., & Yudi, A. P. 2021. “Analisis Tindak Tutur Ekspresif Dilan dalam Film Dilan1990”. Logat: Jurnal Bahasa Indonesia dan Pembelajaran, 8(1), Hal. 27–40.

Chaer, A., & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Bandung: Rineka Cipta.

Defina. 2018. “Tindak Tutur Ekspresif pada Anak-anak Saat Bermain Bola di Lapangan”. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, Vol. 7, No. 1, hal. 69–85.

Djatmika. 2016. Mengenal Pragmatik, Yuk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hariana, K. 2018. “Seni Mural: Ekspresi Transit dan Transisi Masyarakat Urban di Yogyakarta”. Dalam Seminar Nasional Seni dan Desain. (hlm.211–216).  Surabaya, Indonesia: FBS Unesa.

Hikmat, I. 2021. “Mural Sebagai Alat Memperjuangkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia”. dikutip dari news.detik.com. pada 5 September 2021.

Iswandi, H. 2016. “Seni Mural Sebagai Unsur Politik dalam Kehidupan Sosial”. Jurnal Seni Desain Dan Budaya, Vol. 1, No. 1, Hal. 9–16.

Purwaningrum, P. W., & Nurmalia, L. 2019. “Praanggapan pada Dialog mengenai Kejujuran: Kajian Pragmatik dalam Novel Asal Kau Bahagia Karya Bernard Batubara”. Jurnal Bahastra, Vol. 39, No. 1.

Sahara, W. 2021. Hingga Akhir Agustus 2021, 1.967 Tenaga Kesehatan Di Indonesia Meninggal Akibat Covid-19″. Dikutip dari laman https://nasional.kompas.com/read/2021/08/27/19573891/hingga-akhiragustus2021-1967-tenaga-kesehatan-di-indonesia-meninggal?page=all.  Pada 27 Agustus 2021.

Susanto, M. 2012. Diksi Rupa. Yogyakarta: Dict Art & Jagad Art House.

Wijana, I. D. P., & Rohmadi, M. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Yuma Pustaka.

Zamani, L. 2021. “Pandemi Covid-19, Jumlah Pengangguran di Indonesia Naik 9,7 Juta Orang“. Dikutip dari laman kompas.com. https://regional.kompas.com/read/2021/03/10/160618878/pandemicovid-19-jumlah-pengangguran-di-indonesia-naik- 97-juta-orang. pada 10 Maret 2021.

 

Tentang Penulis

Bayu Suta Wardianto, lahir di Tegal pada 18 Maret 1998. Penulis adalah Peneliti bidang bahasa dan sastra di Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Penulis bisa dihubungi melalui nomor WA: 089611006360, email: bayusutawr@gmail.com atau media sosial Instagramya @suta_sartika.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *