Ada sebuah video di feed Instagram Sudjiwo Tejo yang menampilkan seekor ayam jago sedang berkokok di dalam kandang. Lalu, beliau menuliskan pandangan beliau sebagai pemusik, dalang, budayawan, sastrawan, matematikawan di caption vidio instagramnya,
“Bahasa dia (ayam jago) ini artinya apa ya?” tulis beliau di awal kalimat captionnya.
“Pertanyaan itu hanya untuk mereka yang memberhalakan arti bahasa. Dengar lirik lagu tanya artinya apa. Baca kitab suci tanya artinya apa. Lupa bahwa bahasa selain punya arti, juga punya bunyi, punya ritme, dan punya intonasi (melodi). Dengan ketiga unsur itu artinya bahasa juga punya musik. Musik itu secara gaib langsung bekerja di dalam roh, mengolah potensi-potensi langit dan lautan yang ada di luar dan di dalam dirimu”.
“Tentu arti bahasa penting. Tapi terlalu menganggap arti itu hanya satu-satunya aset bahasa, tanpa memperhatikan aset-aset lainnya, akan membuat kita mau gak mau harus jadi pengikut ahli-ahli tafsir. Apalagi bila bahasa itu berjarak ratusan bahkan ribuan abad. Yang pengertian kata-katanya pasti bergeser dari pengertian masa kini. Belum lagi adanya perbedaan konteks zaman saat kata-kata itu muncul dan saat kata-kata itu kita baca detik ini”. Pungkas pendapat beliau tentang suara ayam jago yang sedang berkokok dan ternyata menyambungkan ke pembahasan mendalam mengenai bahasa dan instrumen musik.
Musik merupakan salah satu bentuk ekpresi dalam menunjukan identitas, menggambarkan kehidupan, perasaan, kondisi yang sering dialami, dan cara seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, musik dapat membentuk komunitas. Karena musik mempunyai manfaat secara psikologis, yaitu: dapat meningkatkan semangat kinerja; merangsang rasa ingin tahu dan imajinasi; dan memperkuat suasana hati atau emosi tertentu.
Pada sebuah penelitian tentang musik yang dilakukan oleh Ravin Alaei dari departemen Psikologi, University of Toronto Faculty of Arts & Science dan di jurnal Plos One berjudul Musical Preferences are Linked to Cognitive Styles, mengungkapkan bahwa musik tidak hanya memengaruhi kepribadian, tetapi juga kognitif. Hasil penelitian tersebut mengatakan orang yang punya kebiasan mendengarkan musik rock adalah orang yang mengutamakan logika, orang yang lebih menikmati sistematika proses mempunyai kebiasaan mendengarkan musik klasik, animasi, atau musik-musik dengan kompleksitas tinggi.
Sementara orang yang berempati cenderung menikmati musik kontemporer yang lembut namun kaya emosi, mulai dari musik indie rock, country hingga folk. Kemudian mereka yang berkarier di bidang seni atau profesi helper, cenderung lebih menyukai musik lembut yang membangkitkan emosional yang kuat.
Ada sebuah tradisi yang sudah cukup lama berlangsung yaitu Sima’an Al-Qur’an 30 Juz dalam kurun waktu sehari di desa Pancurendang Ajibarang Banyumas. Tradisi yang kegiatannya berlangsung di tengah masyarakat tersebut, dibentuk oleh Kyai Deni Abidin Al-Hafidz pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Ikhlas Pancurendang sekaligus salah satu pengurus Jam’iyyah Qurro’ wal Huffadz Kabupaten Banyumas. Dibantu oleh para kyai, ustadz dan santri. Tradisi atau rutinan ini seiring berjalannya waktu mendapat respon baik dan antusias tinggi dari masyarakat desa Pancurendang.
Hal yang bisa menarik hati masyarakat Pancurendang salah satunya karena sisi mukjizat Al-Qur’an dari musikalitasnya. Orang-orang yang mengikuti kegiatan Sima’an Al-Qur’an kebanyakan dari orang tua. Beberapa jama’ah yang hadir di rutinan tersebut ketika ditanya, “Mengapa sangat menikmati dalam mendengarkan sekaligus menyima?” memperhatikan bacaan yang sedang dilantunkan oleh Pak Kyai atau orang yang hafal Al-Qur’an. Jawaban dari mereka merasa senang, asyik, bahagia dalam menyima’ ayat-ayat Al-Qur’an yang sedang dibaca atau dilantunkan.
Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Machasin beliau menjelaskan kepada media Republika, bahwa Al-Qur’an tidak hanya sebagai kitab suci panduan umat manusia tapi juga sebenarnya kaya akan unsur seni di dalamnya. Contoh yang paling mudah Al-Qur’an itu sendiri bisa dibacakan dengan lagu, namun Al-Qur’an tidak dibaca untuk bermusik dan dinyanyi-nyakian. Batasan musikalitas ini pun menggunakan teori ‘Arud—ilmu musikalitas puisi yang mengkaji konsistensi puisi Arab dalam matra yang disusun berdasarkan pengaturan satuan-satuan bunyi vokal dan konsonan. Cara ini menghasilkan efek musik berupa rima, ritme, dan metrum yang serasi, membahas sistem percepatan nada dan perubahan standar ritme.
Tidak berdampak pada antusiasme yang membawa banyaknya jama’ah sima’an Al-Qur’an saja, adanya barakah Al-Qur’an, para Ahli Qur’an, Kyai Deni Al-Hafidz dan santri-santri menebar keberkahan pada minat-minat anak kecil, muda, remaja, dan orang tua untuk mengaji dan menghafalkan Al-Qur’an. Banyak jama’ah sima’an Al-Qur’an yang membawa air menggunakan kemasan botol, tumblr, ceret, jerigen, dan galon semata-mata untuk mengharrap barakah dari bacaan Al-Qur’an yang dibaca 30 juz.
Rutinan Sima’an Al-Qur’an 30 Juz ini kurang lebih telah berjalan selama 10 tahun di desa Pancurendang. Tak mudah Kyai Deni dalam membumikan Al-Qur’an di tengah masyarakat awam yang belum pernah ada acara Sima’an Al-Qur’an. Beliau merupakan seorang santri lulusan Madrasah Mualimin Ponpes Al-Hikmah Benda, Al-Amin Balong Benda Sirampog Bumiayu dan pernah juga mondok di Ponpes Tahfidzul Qur’an Al-Azhary Lesmana Ajibarang. Dengan segala dedikasi dan semangat berjuang di jalan Allah akhinya beliau pada awal kedatangannya dan setelah Sima’an Al-Qur’an menjadi tradisi yang disegani di Pancurendang, dengan dukungan dari masyarakat setempat pula beliau mendirikan Pondok Tahfidzul Qur’an yang bernama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Ikhlas Pancurendang.
Berbagai respon dan bentuk kecintaan masyarakat Pancurendang terhadap Al-Qur’an tidak sekedar mengikuti kegiatan Sima’an Al-Qur’an saja. Beberapa orang ada yang mengundang Kyai Deni dan santri-santrinya untuk Muqoddaman (membaca Alquran 30 Juz yang dibagikan pada perorangan 1, 2, 5 sampai sekian Juz ), mengimami salat tarawih di bulan Ramadhan dengan membaca atau membawakan surat yang dibaca dari Al-Baraqah hingga khatam sampai surat An-Nas yang biasa permalam dibaca 1 Juz lebih ketika sesudah membaca Al-Fatihah dalam salat. Ada juga masyarakat yang mengundang santri atau bahkan mentradisikan sendiri membacakan surat-surat tertentu untuk mengharap keberkahan dan doa di kala ada orang yang hamil usia empat bulan, tujuh bulan. Biasanya dibacakan surat Yusuf, Maryam, Al-Kahfi, At-Taubah, Thaha, Yaa Siin, Muhammad, Ar-Rahman, Al-Waqi’ah, dan Al-Mulk.
Selain itu, beberapa bentuk keberkahan Al-Qur’an yang didapatkan oleh masyarakat sangat banyak dan unik. Salah satu bukti nyata yang didapati oleh masyarakat Pancurendang yaitu ketika Masjid Jami’ Al-Ikhlas Pancurendang hendak dibuatkan sumur terhalang oleh batu besar di bawah tanah. Menurut salah satu warga sekitar yang sekaligus jamaah Rutinan Sima’an Al-Qur’an, Pak Teguh mengatakan, “Waktu mau digali sumur untuk sarana peraiaran masjid, tukang bor sumur sudah gonta-ganti sisi dari timur, barat, utara, selatan masjid namun tetap ada batunya.”
“Akhirnya pada saat itu bertepatan dengan giliran Pancurendang kedepatan sebagai tuan rumah Jam’iyyah Qurro’ wal Huffadz Kabupaten Banyumas. Para Kyai sepuh Alquran yang ikut sima’an termasuk Abuya Thoha pengasuh Ponpes Ath-Thohiriyyah Parakan Onje Purwokerto yang merupakan pembina JQH Banyumas ikut mendoakan air sima’an. Yang kala itu air yang sudah dibacakan Alquran 30 Juz lalu disiramkan ke lubang yang hendak dibor.”
“Alhamdulillah dari disiramkannya air sima’an Al-Qur’an 30 Juz akhirnya lubang tadi bisa dibor dan batu yang menghalagi tiba-tiba bergeser sendiri”.
Allahu Akbar. Subhanallah. Begitu cerita kemukjizatan Al-Qur’an yang disampaikan oleh Pak Teguh dan sudah bukan menjadi rahasia bagi masyarakat Pancurendang cerita tentang pengoeboran sumur yang terhalang batu dari segala arah di area masjid. K.H. Bahauddin Nursalim atau yang kita sering kenal dengan nama Gus Baha’ dalam majelis ta’limnya menyampaikan, orang yang surat Al-Mulk akan selamat dari siksa kubur. Beliau memberi riwayat yang shahih, bahwa dulu ada orang fasik yang hendak disiksa oleh malaikat. Namun, tiba-tiba surat Al-Mulk menjelma menjadi seorang perempuan yang mengadu kepada malikat tadi. Surat Al-Mulk yang menjelma menjadi perempuan tadi bilang kepada malaikat,
“Jangan siksa orang ini.” kata surat Al-Mulk
“Orang ini fasik, masa aku tidak menyiksanya?” jawab malaikat
“Tapi aku ada di dalam hati orang ini. Kau mau menyiksa aku sebagai Kalam Allah?”
“Betul memang engkau adalah Kalam Allah, tapi orang ini harus saya siksa karena fasik.”
Terjadilah perdebatan hebat antara surat Al-Mulk dan malaikat yang hendak menyiksa orang fasik tadi. Lalu, mereka menghadap kepada Allah Swt. untuk meminta kebijakan atas problematika tersebut.
“Yaa Allah, jika Engkau akan menyiksa orang tersebut maka jangan anggap aku sebagai bagian dari Kalam-Mu.” surat Al-Mulk meminta kebijakan kepada Allah Swt. yang akhirnya orang fasik tadi tidak jadi disiksa berkat rahmat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Musikalitas dalam pembacaan Al-Qur’an memang sudah menjadi bagian dari budaya di banyak wilayah di Nusantara, termasuk Indonesia. Para wali dan penyebar agama Islam telah menggunakan seni dalam berbagai bentuk untuk menyebarkan pesan-pesan keagamaan, termasuk melalui pembacaan Al-Qur’an dengan melagukan ayat-ayatnya.
Di Indonesia, praktik ini bisa dilihat dalam tradisi masyarakat yang membaca Al-Qur’an dengan langgam daerah, seperti langgam Jawa atau Sunda. Selama bacaan Al-Qur’an tersebut tetap mematuhi aturan tajwid dan tidak mengubah makna ayat, hal ini dianggap sah dan merupakan bentuk seni yang diterima dalam masyarakat Islam.
Meskipun ada beberapa kelompok yang memperdebatkan keabsahan penggunaan musikalitas dalam pembacaan Al-Qur’an, pandangan umum menyatakan bahwa selama tidak ada penyimpangan dari makna asli dan hukum bacaan (tajwid dan makharijul huruf) yang benar, variasi ini dapat diterima. Al-Qur’an memang diturunkan untuk semua umat manusia, sehingga ekspresi budaya lokal dalam pembacaannya tidak perlu menjadi kekhawatiran asalkan esensinya tetap terjaga.
Dalam suatu kajian Maiyah yang didirikan oleh Emha Ainun Nadjib, yang dihadiri salah satunya oleh Sudjiwo Tejo, Emha menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu sangat musikal sekali makanya banyak anak kecil yang sudah hafal Al-Qur’an. Sampai seorang Sudjiwo Tejo yang dikenal sebagai dalang, budayawan dan mempunyai basic keilmuan matematika yang top, bisa melantunkan Al-Qur’an dengan nada Jawa dan menganalogikannya dengan rumus matematika.
Al-Qur’an diturunkan untuk semua umat manusia, bangsa manapun tak terkecuali. Di Indonesia banyak kita jumpai Qori’ ataupun masyarakat yang pandai, bagus dalam membacakannya. Baik dengan irama Arab, Timur Tengah maupun dengan aneka ragam nada budaya Indonesisa. Asal sesuai dengan tajwid dan makharijul huruf.
Keindahan bahasa Al-Qur’an dan pola pengungkapan yang terdapat di dalamnya membuat takjub masyarakat Arab. Tidak hanya itu, mereka juga sulit menggolongkan Al-Qur’an ke dalam jenis sastra yang mana. Namun, hal yang bisa diidentifikasi dari sudut pandang sastra, Al-Qur’an mengaacu pada kebudayaan dengan segala lingkupnya yang memberikan efek pemaknaan baru yang berarti menghasilkan efek perubadahan pada kebudayaan.
Al-Qur’an membuat masyarakat Arab terkesima dan kagum pada keindahan sastranya hingga menganggap Nabi Muhammad saw. sebagai seorang penyair yang luar biasa. Menurut analisis Pak Akhmad Fatah, seorang dosen Fakultas Adab di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melakukan penelitian dan riset terkait musikalitas ayat Al-Qur’an, Al-Qur’an merupakan manifestasi nyata dari bahasa sebagai sistem penanda dalam sistem budaya.
Bagi masyarakat Arab pada masa itu, keindahan bahasa Al-Qur’an sangat memukau mereka. Al-Qur’an adalah jenis tulisan yang unik dan belum pernah mereka temui sebelumnya. Meskipun bahasa Al-Qur’an memiliki kesamaan dengan tulisan-tulisan yang sudah ada, ia bukanlah prosa, tetapi mirip dengan prosa; ia bukanlah puisi, tetapi mirip dengan puisi. Al-Qur’an adalah bentuk dekonstruksi terhadap konvensi tulisan pada waktu itu, baik dalam bentuk prosa, puisi, pidato, maupun surat.
Dengan segala kemukjizatan dan keberkahan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan syafaat harapannya kita semua menjadi pribadi yang bertaqwa, meningkatkan keimanan, menjadi manusia yang baik, selalu dirahmati dan diberkahi, menjadi penolong kita kelak di akhirat. Semoga keistiqomahan rutinan Sima’an Al-Qur’an yang sudah berlangsung cukup lama bisa memberkahi setiap orang, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar di Pancurendang. Karena jarang sekali ada rutinan Sima’an yang hampir setiap bulan seperti yang ada di desa Pancurendang.
Semoga kita semua menjadi orang-orang atau umat yang tergolong cinta Al-Qur’an. Anak, keluarga, saudara, teman-teman kita cinta dengan Al-Qur’an. Walaupun sedikit demi sedikit tak apa. Satu hari satu ayat, satu halaman, 2 halaman, setengah juz, satu juz bahkan khatam khatam 30 juz setiap hari. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Wallahu a’lam bish shawab.
Referensi:
Sema-uin.blogspot.com (2014, 29 september). Menganalisis Musikalisasi Ayat-Ayat Makiyah Dalam Perspektif Ilmu ‘Arud akhmad Fatah Raih Doktor. Diakses pada 19 Juli 2024, dari https://sema-uin.blogspot.com/2014/09/menganalisis-musikalisasi-ayat-ayat.html
AB Malla. (2018). Nilai Estetika Al-qur’an dan Pengaruhnya Terhadap Jiwa. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya, 17(1), 5-6.
Fimela.com (2024, 02 Juni). Kenali Tipe Kepribadian seseorang yang Bisa Dilihat dari Genre Musik Kesukaannya. Diakses pada 19 Juli 2024, dari https://www.fimela.com/lifestyle/read/5599899/kenali-tipe-kepribadian-seseorang-yang-bisa-dilihat-dari-genre-musik-kesukaannya
Penulis
Evalasefa Muktiyusrina, mahasiswa Pendidikan Agama Islam di UIN K.H. Prof. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Dalam proses mencari ilmu ia banyak menghabiskan di Kota Pelajar alias Yogyakarta. Dari SMP hingga sekarang ia masih pulang pergi, berdiskusi maupun tholabul ‘ilmi dari ke keistimewaan Kota Pelajar Yogyakarta.